Desa secara administratif merupakan
bentuk pemerintahan terkecil yang dipimpin oleh Kepala Desa dari sebuah
pemilihan secara langsung. Secara formal pemerintah telah menerbitkan PP
No.72 Tahun 2005 tentang Desa
sebagai dasar hukum yang mengatur segala sesuatu yang dianggap urgen
bagi Desa. Secara definitif, berdasarkan peraturan tersebut Desa atau
dengan sebutan lain diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai bentuk pemerintahan pada level
terbawah, aparatur desa merupakan ujung tombak dalam pengurusan segala
sesuatu yang sifatnya keadministrasian oleh masyarakat, contohnya untuk
keperluan administratif kependudukan (KTP, KK, Akta Kelahiran, dll)
maupun untuk kepentingan administratif lain misalnya untuk pengurusan
Surat keterangan Tidak Mampu, SKCK, SIUP,urusan – urusan pertanahan
ataupun surat keadministrasian lainnya.Untuk
melaksanakan tugas dan urusan tersebut maka diperlukan dukungan sumber
daya baik personil, dana, maupun peralatan/perangkat penunjang lainnya.
Untuk itulah dalam PP 72/2005 tersebut juga telah mengatur sumber
pembiayaan bagi Desa dalam rangka memberikan pelayanan pada masyarakat
antara lain dari sumber – sumber Pendapatan Asli Desa, adanya kewajiban
bagi Pemerintah dari pusat sampai dengan Kabupaten/Kota untuk memberikan
transfer dana bagi Desa, hibah ataupun donasi. Salah satu bentuk
transfer dana dari pemerintah adalah Alokasi Dana Desa (ADD) yang telah
ditetapkan sebesar 10% dari dana perimbangan pemerintahan pusat dan
daerah yang diterima masing – masing Pemerintah Kabupaten/Kota.
Ketentuan formal yang mengatur ADD secara lebih jelas sebagai
pelaksanaan Peraturan Pemerintah tersebut ada dalam Permendagri 37/2007
pada bab IX. Dalam Permendagri tersebut telah cukup dijelaskan mulai
tujuan ADD, tata cara penghitungan besaran anggaran per Desa, mekanisme
penyaluran, penggunaan dana sampai dengan pertanggungjawabannya. Secara
garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan ADD, yaitu :
- Terdapat 8 Tujuan ADD yang bila disimpulkan secara umum ADD bertujuan peningkatan aspek pembangunan baik prasarana fisik maupun non fisik dalam rangka mendorong tingkat partisipasi masyarakat untuk pemberdayaan dan perbaikan taraf hidupnya.
- Azas dan prinsip pengelolaan ADD yaitu transparan, akuntabel, dan partisipatif. Hal ini berarti ADD harus dikelola dengan mengedepankan keterbukaan, dilaksanakan secara bertanggungjawab, dan juga harus melibatkan peran serta aktif segenap masyarakat setempat.
- ADD merupakan bagian yang integral (satu kesatuan/tidak terpisahkan) dari APBDes mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporannya.
- Penggunaan ADD ditetapkan sebesar 30% untuk belanja aparatur dan operasional Desa dan sebesar 70% untuk belanja pemberdayaan masyarakat.
- Meskipun pertangungjawaban ADD integral dengan APBDes, namun tetap diperlukan pelaporan atas kegiatan – kegiatan yang dibiayai dari anggaran ADD secara berkala (bulanan) dan laporan hasil akhir penggunaan ADD. Laporan ini terpisah dari pertanggungjawaban APBDes,hal ini sebagai bentuk pengendalian dan monitoring serta bahan evaluasi bagi Pemda.
- Untuk pembinaan dan pengawasan pengelolaan ADD dibentuk Tim Fasilitasi Kabupaten/Kota dan Tim Pendamping Kecamatan dengan kewajiban sesuai tingkatan dan wewenangnya. Pembiayaan untuk Tim dimaksud dianggarkan dalam APBD dan diluar untuk anggaran ADD.
Dapat dianalogikan bahwa ADD merupakan
DAU/DAK bagi Desa, dan bagi sebagian banyak Desa, ADD adalah sumber
pembiayaan utama karena memang terbatasnya PADes. Untuk itu diharapkan
aparatur Desa, utamanya Kepala Desa lebih memposisikan ADD sebagai
stimulan bagi pemberdayaan masyarakat dan bukan hanya pada pembangunan
prasarana fisik yang bermanfaat jangka pendek / kecil kontribusinya bagi
pemberdayaan masyarakat atau lebih – lebih sebagai sumber penghasilan
bagi aparatur desa. Kurang terarahnya distribusi ADD selama ini dapat
dilihat dari realita bahwa sebagian besar Desa mengalokasikan anggaran
ADD-nya untuk perbaikan / peningkatan fisik jalan, gedung, irigasi yang
kontribusinya rendah dalam mendorong pemberdayaan masyarakat dan sangat
sedikit Desa yang mengarahkan anggaran ADD-nya bagi pembiayaan yang
lebih produktif semisal pembentukan BUMDes, Bank Desa, Pasar Desa,
pinjaman modal secara bergulir tanpa bunga untuk kegiatan pengembangan
UKM/RT diwilayahnya, pengembangan produk unggulan Desa, ataupun kegiatan
produktif lainnya. Dengan kata lain pelaksanaan ADD selama ini lebih
berkecenderungan sebatas pemerataan anggaran bagi masing – masing RT/RW
tanpa memberikan kontribusi jangka panjang bagi pemberdayaan masyarakat.
Namun bukan berarti sebisa mungkin pembangunan sarana fisik
diminimalisir, yang utama perlu dipertimbangkan adalah apakah
pembangunan fisik tersebut memang memberikan kontribusi yang besar dan
produktif bagi masyarakat? Inilah yang harus benar – benar dipikirkan
dan pertimbangkan. Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana seharusnya Desa
mengelola/menggunakan anggaran ADD-nya? Sehingga tujuan yang diharapkan
dari anggaran tersebut dapat terwujud. Hal mendasar yang harus dilakukan
aparatur desa adalah membuat perencanaan berjangka menengah/panjang
dengan memfokuskan pada satu atau dua program/kegiatan yang mampu
memberikan kontribusi besar bagi masyarakat utamanya kelompok masyarakat
menengah kebawah, selain tetap melaksanakan program / kegiatan lain
yang bersifat jangka pendek. Untuk itu masyarakat perlu diyakinkan akan
pentingnya, tingkat keberhasilan, dan besar nilai tambahnya bagi
masyarakat atas program/kegiatan yang difokuskan tersebut. Selain itu
dalam perencanaan perlu memperhatikan kebutuhan pembiayaannya. Bila
memang memerlukan dana yang besar hendaknya dianggarkan secara multi
years dan hal itu harus didukung komitmen bersama yang kuat dalam
pelaksanaannya karena dimungkinkan juga bahwa program / kegiatan
tersebut baru selesai lebih dari 1 masa kepemimpinan Kepala Desa. Sebuah
contoh sebagai ilustrasinya adalah, untuk Desa yang memiliki potensi
sumber daya air yang besar, akan lebih terarah dan bermanfaat bila
direncanakan membuat program mikrohidro, daripada anggaran yang ada tiap
tahun hanya didistribusikan merata per RT/RW yang nilainya mungkin
hanya cukup untuk memperbaiki jalan kampung atau membuat parit. Bila
aparatur desa, utamanya Kepala Desa mampu meyakinkan dan mengedukasi
masyarakat betapa pembangunan mikrohidro mempunyai manfaat yang sangat
besar, mulai dari pemenuhan dasar kebutuhan listrik rumah tanggga sampai
pada manfaat untuk menggerakkan perekonomian lokal, secara otomatis
tingkat kepedulian dan partisipasi masyarakat akan lebih besar untuk
mensukseskan program tersebut. Inilah sebenarnya tujuan yang diharapakan
Pemerintah dengan mewajibkan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan
anggaran ADD bagi tiap Desa.
Alokasi Dana Desa, sebagai bentuk riil
perhatian pemerintah bagai Desa dan masyarakatnya sudahkah mencapai
tujuannya? Masing – masing kitalah yang mampu menilainya, dan itu bisa
dimulai dari wilayah tempat tinggal kita. Hal ini sekaligus akan
menyirami kepekaan kita akan lingkungan. Semoga!
Thanks for reading & sharing Blog Desa Bulungan Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara
0 komentar:
Posting Komentar